search

Selasa, 04 Juni 2013

Perbudakan Buruh

Tragedi Perbudakan Buruh
Abdul Haris  ;  Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kota Depok
REPUBLIKA, 11 Mei 2013
Publik dikagetkan dengan terkuaknya kasus perbudakan terhadap 34 tenaga kerja di salah satu pabrik kuali di Tangerang, Banten, yang dibongkar oleh Kepolisian Tangerang pada Jumat (3/5) lalu. Salah seorang korban mengaku diperlakukan seperti binatang saat bekerja di pabrik itu. Keadaan di dalam pabrik sangat tidak wajar dan tidak manusiawi serta memprihatinkan. Ketika baru datang saja, buruh sudah digeledah. Telepon seluler dan pakaian pun diambil, disuruh langsung bekerja. Tidur di tempat pengap dan bau sebagai mes untuk para buruh. Baju satu setel dipakai pagi, malam dicuci. Sikat gigi satu untuk ramai-ramai.
Karena malu dan marah dengan praktik perbudakan di wilayahnya, masyarakat sekitar menghujat Camat Sepatan Timur saat mendampingi kunjungan DPD RI ke lokasi pabrik tersebut. Namun, camat mengaku tidak mengetahui pabrik dan praktik perbudakan tersebut. Kepala Desa Lebak Wangi Mursan tidak bisa mengelak dari hujatan warga karena kades ini mengetahui pabrik kakak iparnya tersebut yang tidak mengantongi izin.
Banyak pihak telah menanggapi kasus ini. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono prihatin atas terjadinya perbudakan di Tangerang yang melanggar hak asasi buruh. Presiden meminta kepolisian mengusut tuntas kasus tersebut. Wakil Ketua DPD Laode Ida menyatakan, eksploitasi atau perbudakan buruh di Tangerang ini merupakan bukti kesewenang-wenangan dan arogansi pemilik modal yang bekerja sama dengan oknum aparat atau pejabat terkait. Hal ini juga jadi bukti bahwa penghinaan atau penjajahan terhadap warga bangsa sendiri masih terus berlangsung.
Kejadian itu menjadi fakta terbuka bahwa pemerintah bukan saja tak mampu melindungi tenaga kerja, melainkan juga berpotensi terlibat secara tak langsung dalam eksploitasi dan penyiksaan warga bangsa sendiri. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengatakan, perbudakan yang terjadi di pabrik panci atau kuali Tangerang terjadi karena sulitnya pengawasan industri skala kecil. Industri skala kecil dengan karyawan kurang dari 100 orang bersifat tertutup. Sementara, dia juga tidak membantah industri skala kecil itu kemungkinan ada beking aparat. 
Pihak kepolisian telah menetapkan tujuh tersangka yang dikenakan Pasal 333 KUHP tentang perampasan kemerdekaan dan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan. Lima ditahan dan dua masih buron. Hal itu dilihat dari beberapa temuan, antara lain, pemilik pabrik tak membayar gaji sebagian besar buruh, pemilik pabrik juga tak memberikan fasilitas hidup yang layak, tak mengizinkan buruh untuk melakukan ibadah shalat, tidak memperbolehkan para buruhnya istirahat, serta melakukan penganiayaan terhadap buruh.
Terhadap kasus perbudakan ini, pihak terkaitnya adalah pengusaha, pekerja, aparatur pemerintah, khususnya pimpinan wilayah setempat, antara lain, kepala desa dan camatnya, serta instansi yang menangani ketenagakerjaan melalui petugas pengawas ketenagakerjaannya. 
Keadaan menjadi lebih rumit karena ada dugaan, termasuk juga oknum aparat Polri, tentara, dan juga preman yang diduga melindungi usaha panci tersebut.
Dari kasus perbudakan ini terlihat bahwa usaha pabrik panci ini tidak mengantongi izin. Izin di sini tentunya izin yang berkaitan dengan usaha pabriknya dan juga izin yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Hal yang terkait dengan ketenagakerjaan, yaitu wajib lapor ketenagakerjaan, ikatan perjanjian kerja antara perusahaan dan pekerja yang biasa disebut peraturan perusahaan (PP). Syarat tersebut wajib dipenuhi bagi usaha yang mempekerjakan lebih dari 10 orang. 
Laporan ketenagakerjaan yang disampaikan ke Dinas Ketenagakerjaan menjadi titik awal untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan tenaga kerja.
PP juga akan mengatur hak dan kewajiban pihak perusahaan, hak dan kewajib an pihak pekerja, syarat-syarat kerja, tata tertib perusahaan, dan lain-lain. 
Di samping pemenuhan beberapa perizinan dan aspek legal tersebut di atas, pihak berwenang berkewajiban melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap perusahaan dan pekerja, terutama dalam penegakan norma ketenagakerjaan. Satu hal yang perlu dihindari adalah adanya upaya-upaya perlindungan dari pihak aparat terhadap praktik-praktik penyimpangan tersebut, apakah itu dari aparat pemerintah, Polri, tentara, ataukah preman.
Pernah juga terjadi saat pengawas ketenagakerjaan melakukan pengawasan ketenagakerjaan di perusahaan. Perusahaan tersebut langsung kontak ke oknum TNI yang membekinginya. Lantas sang oknum TNI itu menelepon dengan ancaman-ancamannya terhadap aparat pengawas yang tengah bertugas.
Berhubung sang pengawas mengerti hukum dan menguasai tugasnya sebagai pengawas, dia tidak gentar. Menyampaikan bahwa dia melaksanakan tugas negara dan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Sedangkan, oknum TNI tersebut tidak sesuai dengan tugas pokoknya. Akhirnya, sang oknum TNI menyadari kekeliruannya dan meminta maaf.
Untuk menghindari tragedi perbudakan buruh seperti kasus tersebut, diperlukan kesadaran semua pihak yang telah disebutkan di atas untuk mematuhi peraturan dan perundangan yang terkait dengan dunia usaha dan ketenagakerjaan. Pihak terkait harus menegakkan pengawasan yang benar serta menghindari upaya atau tindakan perlindungan oleh aparat atau pihak yang tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya yang benar dan berdasarkan hukum yang berlaku.

Referensi : http://budisansblog.blogspot.com/2013/05/tragedi-perbudakan-buruh.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar