Tragedi
Perbudakan Buruh
Abdul Haris ; Kepala
Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kota Depok
REPUBLIKA,
11 Mei 2013
Publik
dikagetkan dengan terkuaknya kasus perbudakan terhadap 34 tenaga kerja di salah
satu pabrik kuali di Tangerang, Banten, yang dibongkar oleh Kepolisian
Tangerang pada Jumat (3/5) lalu. Salah seorang korban mengaku diperlakukan
seperti binatang saat bekerja di pabrik itu. Keadaan di dalam pabrik
sangat tidak wajar dan tidak manusiawi serta memprihatinkan. Ketika baru datang
saja, buruh sudah digeledah. Telepon seluler dan pakaian pun diambil, disuruh
langsung bekerja. Tidur di tempat pengap dan bau sebagai mes untuk para buruh.
Baju satu setel dipakai pagi, malam dicuci. Sikat gigi satu untuk ramai-ramai.
Karena
malu dan marah dengan praktik perbudakan di wilayahnya, masyarakat sekitar
menghujat Camat Sepatan Timur saat mendampingi kunjungan DPD RI ke lokasi
pabrik tersebut. Namun, camat mengaku tidak mengetahui pabrik dan praktik
perbudakan tersebut. Kepala Desa Lebak Wangi Mursan tidak bisa mengelak dari
hujatan warga karena kades ini mengetahui pabrik kakak iparnya tersebut yang
tidak mengantongi izin.
Banyak
pihak telah menanggapi kasus ini. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono prihatin
atas terjadinya perbudakan di Tangerang yang melanggar hak asasi buruh. Presiden
meminta kepolisian mengusut tuntas kasus tersebut. Wakil Ketua DPD Laode Ida
menyatakan, eksploitasi atau perbudakan buruh di Tangerang ini merupakan bukti
kesewenang-wenangan dan arogansi pemilik modal yang bekerja sama dengan oknum
aparat atau pejabat terkait. Hal ini juga jadi bukti bahwa penghinaan atau
penjajahan terhadap warga bangsa sendiri masih terus berlangsung.
Kejadian itu menjadi fakta terbuka bahwa pemerintah bukan saja tak mampu
melindungi tenaga kerja, melainkan juga berpotensi terlibat secara tak langsung
dalam eksploitasi dan penyiksaan warga bangsa sendiri. Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengatakan, perbudakan yang terjadi di pabrik
panci atau kuali Tangerang terjadi karena sulitnya pengawasan industri skala
kecil. Industri skala kecil dengan karyawan kurang dari 100 orang bersifat
tertutup. Sementara, dia juga tidak membantah industri skala kecil itu
kemungkinan ada beking aparat.
Pihak
kepolisian telah menetapkan tujuh tersangka yang dikenakan Pasal 333 KUHP
tentang perampasan kemerdekaan dan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan. Lima
ditahan dan dua masih buron. Hal itu dilihat dari beberapa temuan, antara lain,
pemilik pabrik tak membayar gaji sebagian besar buruh, pemilik pabrik juga tak
memberikan fasilitas hidup yang layak, tak mengizinkan buruh untuk melakukan
ibadah shalat, tidak memperbolehkan para buruhnya istirahat, serta melakukan
penganiayaan terhadap buruh.
Terhadap
kasus perbudakan ini, pihak terkaitnya adalah pengusaha, pekerja, aparatur
pemerintah, khususnya pimpinan wilayah setempat, antara lain, kepala desa dan
camatnya, serta instansi yang menangani ketenagakerjaan melalui petugas
pengawas ketenagakerjaannya.
Keadaan
menjadi lebih rumit karena ada dugaan, termasuk juga oknum aparat Polri,
tentara, dan juga preman yang diduga melindungi usaha panci tersebut.
Dari kasus perbudakan ini terlihat bahwa usaha pabrik panci ini tidak mengantongi
izin. Izin di sini tentunya izin yang berkaitan dengan usaha pabriknya dan juga
izin yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Hal yang terkait dengan
ketenagakerjaan, yaitu wajib lapor ketenagakerjaan, ikatan perjanjian kerja
antara perusahaan dan pekerja yang biasa disebut peraturan perusahaan (PP).
Syarat tersebut wajib dipenuhi bagi usaha yang mempekerjakan lebih dari 10
orang.
Laporan
ketenagakerjaan yang disampaikan ke Dinas Ketenagakerjaan menjadi titik awal
untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan tenaga kerja.
PP juga akan mengatur hak dan kewajiban pihak perusahaan, hak dan kewajib an pihak
pekerja, syarat-syarat kerja, tata tertib perusahaan, dan lain-lain.
Di samping
pemenuhan beberapa perizinan dan aspek legal tersebut di atas, pihak berwenang
berkewajiban melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap perusahaan dan
pekerja, terutama dalam penegakan norma ketenagakerjaan. Satu hal yang perlu
dihindari adalah adanya upaya-upaya perlindungan dari pihak aparat terhadap
praktik-praktik penyimpangan tersebut, apakah itu dari aparat pemerintah,
Polri, tentara, ataukah preman.
Pernah
juga terjadi saat pengawas ketenagakerjaan melakukan pengawasan ketenagakerjaan
di perusahaan. Perusahaan tersebut langsung kontak ke oknum TNI yang
membekinginya. Lantas sang oknum TNI itu menelepon dengan ancaman-ancamannya
terhadap aparat pengawas yang tengah bertugas.
Berhubung sang pengawas mengerti hukum dan menguasai tugasnya sebagai pengawas,
dia tidak gentar. Menyampaikan bahwa dia melaksanakan tugas negara dan sesuai dengan
tugas pokok dan fungsinya. Sedangkan, oknum TNI tersebut tidak sesuai dengan
tugas pokoknya. Akhirnya, sang oknum TNI menyadari kekeliruannya dan meminta
maaf.
Referensi : http://budisansblog.blogspot.com/2013/05/tragedi-perbudakan-buruh.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar