Pernah mendengar istilah Outsourcing..?
Bila merujuk pada Undang Undang no. 13 Tahun 2003 tenting
ketenagakerjaan, Outsourcing (Alih Daya) dikenal sebagai penyediaan
jasa tenaga kerja seperti yang diatur pada pasal 64, 65 dan 66. Dalam
dunia Psikologi Industri, tercatat karyawan outsourcing adalah karyawan
kontrak yang dipasok dari sebuah perusahaan penyedia jasa tenaga
outsourcing. Awalnya, perusahaan outsourcing menyediakan jenis pekerjaan
yang tidak berhubungan langsung dengan bisnis inti perusahaan (core
business) dan tidak mempedulikan jenjang karier. Seperti operator
telepon, call centre, petugas satpam dan cleaning service. Namun saat
ini, penggunaan outsourcing semakin meluas ke berbagai lini kegiatan
perusahaan.
Meski menguntungkan perusahaan, namun sistem ini merugikan untuk
karyawan outsourcing. Selain tak ada jenjang karier, terkadang gaji
mereka dipotong oleh perusahaan induk. Bayangkan, presentase potongan
gaji ini bisa mencapai 30 persen, sebagai jasa bagi perusahaan
outsourcing (vendor). Celakanya, tidak semua karyawan outsourcing
mengetahui berapa besar potongan gaji yang diambil oleh perusahaan
outsourcing atas jasanya memberi pekerjaan di perusahaan lain itu.
Sudah bukan merupakan rahasia lagi kalau kebanyakan perbankan di
Indonesia baik BUMN ataupun Swasta maupun bank asing lebih banyak
mempekerjakan pegawai kontrak atau outsourcing dibandingkan mengangkat
pegawai tetap. Selain mengurangi pengeluaran karena gaji mereka tidak
sebesar pegawai tetap mereka juga diberikan beban kerja yang sama dengan
pegawai tetap. Kebanyakan outsorcing diperbankan dipekerjakan sebagai
sales (kartu kredit atau Kredit Tanpa Agunan) atau pun petugas
administrasi. Dimana beban kerja sangat besar dan dituntut target
tinggi. Tidak sedikit data nasabah yang dimiliki diperjual belikan dan
disalah gunakan. Yang nantinya bisa memberikan resiko, baik resiko
reputasi dan resiko kredit kepada bank yang mempekerjakan pegawai
outsourcing.
Selain itu juga perbedaan gaji yang mencolok antara pegawai tetap dan
outsourcing bisa menimbulkan kecemburuan yang berdampak kepada kinerja
pegawai yang menurun. Pada saat beban pekerjaan yang sama tetapi gaji
atau penghasilan mereka berbeda.
Jika fenomena outsourcing ini terus berlanjut atau bahkan kebanyak
pegawai perbankan merupakan pegawai outsourcing akan kah hal tersebut
berdampak kepada kinerja perbankan itu sendiri?
Akan kah masalah tenaga kerja (pengangguran) Indonesia bisa teratasi
dengan solusi outsourcing pegawai? Atau malah system tenaga kerja
outsourcing merupakan masalah terpendam yang suatu saat bisa merusak
semua tatanan kepegawaian khususnya perbankan? We’ll see.
Outsourcing menjadi masalah tersendiri bagi perusahaan khususnya bagi
tenaga kerja. Oleh sebab itu terdapat pro dan kontra terhadap
penggunaan outsourcing, mungkin dapat saya jabarkan seperti ini :
PRO OUTSOURCING KONTRA OUTSOURCING
- Business owner bisa fokus pada core business.
- Cost reduction.
- Biaya investasi berubah menjadi biaya belanja.
- Tidak lagi dipusingkan dengan oleh turn over tenaga kerja.
- Bagian dari moderenisasi dunia usaha.
- Ketidakpastian status ketenagakerjaan dan ancaman PHK bagi tenaga kerja.
- Perbedaan perlakuan Compensation and Benefit antara karyawan internal dengan karyawan outsource.
- Career Path di outsourcing seringkali kurang terencana dan terarah.
- Perusahaan pengguna jasa sangat mungkin memutuskan hubungan
kerjasama dengan outsourcing provider dan mengakibatkan ketidakjelasan
status kerja buruh. Eksploitasi manusia.
Untuk mengantisipasi kontra yang terjadi dalam penggunaan
outsourcing, maka pemerintah membuat Undang-undang No.13/2003 tentang
Ketenagakerjaan, khususnya Bab IX tentang Hubungan Kerja, yang
didalamnya terdapat pasal-pasal yang terkait langsung dengan
outsourcing yakni Pasal 50 – 55, Perjanjian Kerja, Pasal 56 – 59,
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).
Berdasarkan hasil survei dilakukan Divisi Riset PPM Manajemen,
Agustus 2009, menggunakan kuesioner dengan convinience sampling kepada
44 perusahaan, diketahui bahwa 73% perusahaan menggunakan tenaga
outsourcing dalam kegiatan operasionalnya, sedangkan sisanya yaitu 27%
tidak menggunakan tenaga outsourcing.
Dalam survei ini ingin diketahui sampai sejauh mana penerapan
Outsourcing di perusahaan, jenis pekerjaan seperti apa yang banyak
menggunakan tenaga outsourcing, apakah penggunaan tenaga outsourcing
dinilai efektif oleh perusahaan?
Tidak semua perusahaan berhasil menerapkan sistem outsourcing.
Intinya adalah harus adanya kerjasama dan komitmen yang jelas antara
kedua belah pihak agar outsourcing dapat berjalan sebagaimana harapan
yang keseluruhan perjanjian kerjasama tersebut dinyatakan secara jelas
dan terperinci di dalam kontrak outsourcing.
Untuk dapat lebih efektif disarankan adanya indikator-indikator penerapan sistem outsourcing, seperti :
1. Komunikasi dua arah antara perusahaan dengan provider jasa
outsource (Service Level Agreement) akan kerjasama, perubahan atau
permasalahan yang terjadi.
2. Tenaga outsourcing telah di training terlebih dahulu agar memiliki kemampuan/ketrampilan.
3. Memperhatikan hak dan kewajiban baik pengguna outsourcing maupun
tenaga kerja yang ditulis secara detail dan mengingformasikan apa yang
menjadi hak-haknya.
4. Sedangkan yang menyebabkan outsourcing menjadi tidak efektif
adalah karena kurangnya knowledge, skill dan attitude (K.S.A) dari
tenaga outsourcing.
Sumber : http://sp-bni.or.id/content/mengapa-harus-outsourcing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar